REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Bencana alam berupa tsunami yang menerjang pesisir barat Banten dan pesisir selatan Lampung pada Sabtu (22/12) malam ikut menelan korban jiwa dari kalangan perantau Minangkabau. Kepala Biro Kerja Sama, Pembangunan, dan Rantau Pemerintah Provinsi Sumatra Barat Luhur Budianda mengungkapkan, informasi terkait korban jiwa dari perantau Minang disampaikan oleh Pengurus Gebu Minang Lampung, Yon Yoesoef.
Sebanyak empat orang perantau Minang meninggal dunia dan empat unit rumah milik perantau rusak parah. Selain itu, 11 unit rumah milik perantau juga dilaporkan rusak sedang. Gebu Minang Lampung, ujar Luhur, menyampaikan bahwa lokasi yang paling parah terdampak tsunami adalah Desa Way Muli Kalianda di Kabupaten Lampung Selatan. Sedikitnya, ada 22 kepala keluarga (KK) perantau Minang yang berdomisili di desa tersebut. Hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai identitas para korban dari perantau Minang.
"Saat ini pengurus Gebu Minang Lampung dan Ikatan Keluarga Tanah Datar (IKTD) sedang berupaya untuk mengantarkan bantuan ke lokasi bencana, namun terkendala dengan kondisi jalanan yang macet yang disebabkan banyaknya bantuan yang dibawa oleh para relawan," kata Luhur, Senin (24/12).
Sementara itu di Banten, Ketua IKM Labuan Carita Pandeglang Banten AKP Herdi Thahar menyampaikan bahwa tidak ada korban jiwa dan kerugian material yang dialami perantau Minangkabau. Sedikitnya ada sekitar 100 KK perantau Minang yang berdomisili di wilayah Carita, Banten.
"Alhamdulillah tidak ada korban jiwa ataupun harta dari perantau minang yang berdomosili di Labuan Carita dan sekitarnya," jelas Herdi.
Sebagai informasi, hingga Senin (24/12) sore ini Badan SAR Nasional (Basarnas) mencatat 334 orang meninggal dunia akibat gelombang tsunami yang menerjang perairan Selat Sunda, Provinsi Banten, Sabtu (22/12) malam. Jumlah ini diperkirakan terus bertambah mengingat pencarian masih terus dilakukan.
December 24, 2018 at 09:03PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2AaqmIw
via IFTTT
No comments:
Post a Comment