Pages

Wednesday, December 12, 2018

Layanan Jargas Meluas, Masyarakat Semakin Puas

Kementerian ESDM menargetkan total sambungan jargas mencapai 325.710 SR

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong perluasan pembangunan jaringan gas (jargas) agar semakin banyak banyak yang menikmati, baik kawasan industri, permukiman warga, maupun penghuni rumah susun (rusun). Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, tugas pembangunan infrastruktur itu dibebankan kepada PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN). 

Penugasan itu tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 267 K/10/MEM/2018 dan Kepmen ESDM Nomor 268 K/10/MEM/2018 dan Kepmen ESDM Nomor 268 K/10/MEM/2018 yang secara khusus memberi penugasan kepada PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN).

Arcandra mengatakan, sepanjang 2018, ditargetkan terbangun 89.664 jargas rumah tangga di 18 kota/kabupaten dengan alokasi anggaran Rp 850 miliar. Hingga akhir tahun ini, pihaknya menargetkan total sambungan jargas di seluruh Indonesia mencapai 325.710 sambungan rumah (SR).

Dia menuturkan, pembangunan jargas itu diarahkan untuk ikut berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. "Dana APBN harus digunakan untuk membangun sesuatu yang memang dibutuhkan oleh masyarakat, salah satunya program pembangunan jaringan gas," ujar Arcandra dikonfirmasi di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Arcandra, penambahan jargas memang menjadi salah satu fokus pemerintah, karena terbukti merupakan energi baik yang ramah lingkungan. Untuk itu, pemerintah setiap tahunnya terus menambah pembangunan layanan gas bumi rumah tangga, sehingga semakin banyak masyarakat, khususnya ibu rumah tangga, merasakan manfaat besar menggunakannya. 

Hal itu lantaran gas bumi lebih efisien, mudah, praktis, dan dapat mengalir 24 jam penuh untuk digunakan tanpa takut kehabisan. Sehingga, masyarakat bisa puas menggunakannya sepanjang waktu tanpa takut tagihan membengkak. "Prioritas bagi rumah sederhana, rusun sederhana, dan daerah-daerah yang jauh lebih membutuhkan penghematan," jelas Arcandra.

Di tempat terpisah, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, layanan pipa gas PGN jauh lebih aman dibandingkan gas tabung elpiji, yang memiliki tekanan lebih tinggi. Karena itu, ia mendorong semakin banyak pihak yang mendapat layanan jargas. Menurut dia, banyak keunggulan pemakaian gas bumi dibandingkan gas elpiji, yang utama karena aman dan dapat digunakan sepanjang waktu.

"Karena tekanan (gas bumi) lebih rendah dan berat jenis lebih rendah. Tekanan paling 0,2 bar yang masuk ke rumah-rumah warga," ujar Jonan.

Dia menuturkan, Kementerian ESDM berkepentingan untuk memperbanyak penggunaan jargas karena produknya berasal dari kekayaan alam yang terkandung di dalam tanah. Hal itu berbeda dengan pemakaian gas elpiji yang masih banyak diimpor, sehingga pemerintah harus mengeluarkan banyak dolar untuk membayarnya. Karena itu, para konsumen gas bumi termasuk ikut berjuang membantu negara dalam mewujudkan kemandirian ekonomi.

"Kalau elpiji itu, setahun kita melakukan pengadaan impor secara nasiobal kira-kira 4,5 juta ton. Jadi makin banyak menggunakan saluran gas kan dari dalam negeri, sehingga mengurangi impor dan menambah devisa," ujar Jonan.

Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN, Dilo Seno Widagdo menyampaikan, sejak 2009 hingga 2017, pemerintah telah membangun jargas 236.046 sambungan di 31 kabupaten/kota. Jumlah itu dipastikan bertambah pada akhir tahun ini, meski datanya baru diketahui setelah dilakukan audit pada awal tahun 2019.

Dia menambahkan, pembangunan jargas merupakan program berkelanjutan pemerintah untuk memberikan bahan bakar yang murah, bersih, aman dan ramah lingkungan kepada masyarakat. Jargas, lanjut Dilo, dibangun oleh pemerintah di daerah yang memiliki sumber gas, infrastruktur pasok gas bumi, dan terdapat ketersediaan pengguna.

Menurut Dilo, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memperoleh keuntungan sisi finansial karena harga gas bumi lebih murah dari elpiji. Setiap bulannya, penghematannya bisa mencapai sekitar Rp 50 ribu per keluarga. Manfaat lainnya, gas bumi adalah bahan bakar yang ramah lingkungan dan tersedia setiap saat. "Masyarakat tidak perlu keluar rumah mencari elpiji atau minyak tanah dan kayu bakar, jika sewaktu-waktu kehabisan," ujarnya.

Dilo pun membeberkan target yang dibebankan pemerintah kepada PGN dalam membangun jargas dan infrastruktur pendukungnya. "Di Kota Medan 5.656 sambungan, Kabupaten Deli Serdang 5.560 sambungan, Kabupaten Serang 5.043 sambungan, Kota Pasuruan 6.314 sambungan, dan Kabupaten Probolinggo 5.025 sambungan," ujar Dilo.

Dia melanjutkan, PGN juga melakukan pengembangan jargas di Kabupaten Bogor 5.120 sambungan, Kota Cirebon 3.503 sambungan, dan Kota Tarakan 4.695 sambungan. Khusus di Tarakan yang merupakan salah satu wilayah terdepan dan berbatasan dengan Malaysia, jargas menyasar permukiman hingga rusun.

Enam lokasi Tarakan yang akan dibangun, yaitu Kampung Enam, Kampung Empat, Mamburungan, Mamburungan Timur, rusunawa, dan Perum Khusus, yang didominasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). "Dengan tambahan infrastruktur ini, PGN bisa membantu warga Tarakan untuk menikmati pasokan energi yang efisien dan aman," kata Dilo.

Berkorban demi gas murah

Komitmen PT Perusahaan Gas Negara dalam mendukung program pemerintah untuk melayani masyarakat agar dapat menikmati jargas membuat perusahaan berkorban banyak dengan mengurangi laba untuk dialokasikan pembangunan infrastruktur pendukung.

Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menjelaskan, laba perusahaan yang turun dalam lima tahun terakhir berkaitan dengan kebijakan penyediaan harga gas domestik yang terjangkau bagi industri dan masyarakat. Pada 2013, laba PGN sebesar 845 

juta dolar AS atau sekitar Rp 12,3 triliun (kurs Rp 14.500) dan pada akhir 2017 mencapai 143 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,08 triliun.

Menurut Rachmat, perusahaan berkomitmen tidak menaikkan harga pokok penjualan (HPP)  gas ke pelanggan, meskipun harga beli gas domestik dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) terus naik. Dikutip dari data PGN, HPP gas domestik mengalami kenaikan rata-rata sebesar 8 persen pada periode 2013 sampai 2017. Mulai dari 1,58 dolar AS per MMBTU menjadi 2,17 dolar AS per MMBTU.

"Beban HPP merupakan porsi terbesar dalam komponen pembentukan harga jual gas bumi, sekitar 60 persen kontribusinya. Namun, naiknya harga beli gas domestik dari produsen  atau KKKS tidak diikuti dengan penyesuaian harga jual gas bumi ke pelanggan," kata Rachmat, belum lama ini.

Salah satu contoh yang disampaikan Rachmat, harga beli gas yang melonjak sesuai instruksi regulator adalah dari Conocophilips untuk memenuhi kebutuhan industri di Batam, dari semula 2,6 dolar AS per MMBTU menjadi 3,5 dolar AS per MMBTU. PGN tetap 

membeli gas tersebut meskipun harus menanggung beban sebesar 7,5 juta dolar AS per tahun.

Rachmat mengungkapkan, PGN terakhir kali menyesuaikan harga jual gas bumi pada medio  2012-2013. Setelah itu, manajemen tidak menaikkan harga gas demi mendukung kebijakan  pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Beleid tersebut memerintahkan Menteri ESDM untuk melarang perusahaan distributor gas menjual gas dengan harga lebih 6 dolar AS per MMBTU untuk enam sektor industri yang banyak menggunakan gas, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

"Aturan tersebut juga meminta PGN untuk bersedia menjual gas dari harga rata-rata sebelumnya 1,35 dolar AS per MMBTU menjadi 0,9 dolar AS per MMBTU, sehingga membuat perusahaan harus menanggung beban sebesar 3 juta dolar AS per tahun.

Let's block ads! (Why?)



December 12, 2018 at 06:33PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2GdSujz
via IFTTT

No comments:

Post a Comment