REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta Uni Eropa mengadili lebih dari 800 milisi ISIS yang berhasil ditangkap militer AS dan sekutunya di Suriah. Trump mengklaim kekhalifahan ISIS telah di ambang keruntuhan.
Trump mengatakan dia tak menghendaki anggota ISIS yang telah ditangkap AS dan sekutunya di Suriah melarikan diri ke Eropa. Namun, dia menilai AS telah berkontribusi cukup besar dalam memerangi dan menumpas ISIS.
Oleh sebab itu, Trump merasa sekarang saatnya bagi negara-negara Eropa untuk mengambil peran lebih. "AS meminta Inggris, Prancis, Jerman, dan sekutu Eropa lainnya untuk mengambil kembali lebih dari 800 milisi ISIS yang kami tangkap di Suriah dan mengadili mereka," ujarnya.
"Kekhalifahan siap untuk jatuh. Alternatifnya bukanlah yang baik karena kita akan dipaksa untuk membebaskan mereka," kata Trump menambahkan.
Diplomat dari berbagai negara yang berkumpul di konferensi keamanan di Munchen, Jerman, akhir pekan lalu, telah berulang kali memperingatkan bahwa perebutan kembali wilayah yang dikuasai ISIS di Suriah, bukan berarti mengakhiri ancaman ideologis mereka. Hal itu tampak di Irak, di mana ISIS masih belum benar-benar lenyap walaupun Baghdad telah mendeklarasikan kemenangannya terhadap kelompok tersebut pada 2017.
Direktur the Levant Institute for Strategic Affairs di Beirut, Lebanon, Sami Nader mengatakan pernyataan Trump adalah tema berulang. "Pertanyaan besarnya adalah di mana mereka akan menempatkan para milisi tersebut," katanya, dikutip laman Aljazirah.
"Jika mereka menempatkannya (para milisi ISIS yang ditangkap AS) di penjara Prancis, maka akan diketahui bahwa penjara-penjara itu telah menjadi sel pengorganisasian bagi mereka untuk berkumpul dan mengatur diri mereka sendiri," ujar Nader.
Dia menilai, masyarakat Eropa yang lebih besar pasti tidak menginginkan milisi ISIS berada di wilayahnya. "Karena mereka bertanggung jawab atas tindakan teroris," ucap Nader.
Sekutu AS dalam melawan ISIS di Suriah adalah Syrian Democratic Forces (SDF). Mereka mengatakan telah menggencet milisi ISIS yang tersisa di wilayah Baghuz, dekat perbatasan Irak.
Komandan SDF Jiya Furat mengungkapkan pasukannya telah mengepung Baghuz dari segala sudut. "Dalam beberapa hari mendatang, dalam waktu yang sangat singkat, kami akan mengumumkan kabar baik kepada dunia (tentang) akhir militer ISIS," katanya.
Kendati ruang gerak ISIS di Suriah semakin terhimpit, SDF belum bisa melancarkan serangan besar-besaran. "Ribuan warga sipil masih terjebak di sana sebagai perisai manusia," kata Furat.
Menurut SDF sebagian besar anggota ISIS yang terkepung di Baghuz adalah warga asing. Mereka adalah orang-orang yang termakan propaganda pendiri ISIS Abu Bakr al-Baghdadi.
Hingga kini nasib dan keberadaan al-Baghdadi juga masih belum diketahui. Dia telah beberapa kali dikabarkan tewas akibat serangan udara. Namun tak ada pihak yang dapat mengonfirmasi kebenarannya.
Pada pertengahan 2017, misalnya, Rusia mengatakan pihaknya mungkin berhasil membunuh al-Baghdadi ketika melancarkan serangan udara ke Raqa, Suriah. Namun belakangan Rusia menyatakan masih berupaya memverifikasi hal tersebut.
Pada September 2017, seorang kepala militer AS menyatakan bahwa al-Baghdadi masih hidup. Ia menyebut al-Baghdadi kemungkinan bersembunyi di Lembah Eufrat di Suriah timur.
Sementara itu intelijen Irak mengatakan al-Baghdadi bersembunyi di Suriah timur bersama putra dan menantunya. Ia kerap berpindah lokasi tanpa disertai konvoi.
Menurut pejabat intelijen Irak, al-Baghdadi sempat berada di Hajin, Shaddadi, Suwar, dan Markadah. Ia selalu bepergian dengan didampingi empat atau lima orang, termasuk putra dan menantunya.
Pada 2014, al-Baghdadi mendeklarasikan kekhilafahan di Irak dan Suriah. Deklarasi itu dilakukan di Masjid Agung Mosul di Irak. Namun setelah deklarasi tersebut, al-Baghdadi tidak pernah diketahui keberadaannya.
February 18, 2019 at 02:14AM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2V7jR1l
via IFTTT
No comments:
Post a Comment