REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01, Kiai Haji Ma'ruf Amin menyebut gerakan yang awalnya untuk penegakan hukum dan dinamai gerakan 212, saat ini sudah berubah menjadi gerakan politik. Hal itu ditegaskan Ma'ruf saat bersilaturahim dengan para kiai dan tokoh Nahdlatul Ulama Se-Jawa Tengah Bagian Utara di Semarang, Selasa (5/2).
"212 tadinya untuk penegakan hukum kasus penodaan agama, tapi sekarang gerakan politik," kata Ma'ruf Amin.
Menurut dia, setelah pelaku kasus penodaan agama sudah dijatuhi hukuman, maka gerakan 212 dinyatakan selesai. Tetapi, kemudian justru muncul gerakan Persatuan Alumni 212 dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI juga diubah diganti menjadi GNPF Ulama.
"Gerakan PA 212 dan GNPF Ulama sudah tidak ada kaitannya penegakan hukum, tapi gerakan politik dan menggunakan pilpres sebagai kendaraan politik mereka," ujarnya.
Saat dikonfirmasi usai acara, mantan Ketua MUI itu mengaku tidak mempermasalahkan jika gerakan 212 dihidupkan kembali. Asalkan, kata Kiai Ma'ruf, hanya untuk ajang silaturahim.
"Kalau dihidupkan untuk silaturahim tidak masalah, asal jangan yang lain," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ma'ruf Amin mengatakan, bahwa Pilpres 2019 bukan mengenai memenangkan posisi capres dan cawapres saja, namun juga pertarungan antarideologi. Oleh karena itu dirinya mengimbau agar kalangan Nahdlatul Ulama tetap solid yang diwujudkan dengan satu suara mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sudah pasti bakal menjaga keberlangsungan NU itu sendiri.
"Saya mohon doa dan dukungan seluruh jajaran NU untuk mendukung dan memenangkan pilpres yang akan datang," ujarnya.
February 06, 2019 at 03:09AM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2BkKMze
via IFTTT
No comments:
Post a Comment