REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Selain kasus penyakit Demam Berdasar Dengue (DBD), warga di Kabupaten Banyumas juga diminta mewaspadai penyakit Leptospirosis. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Sadiyanto, mengingat kasus leptospirosis pada awal tahun 2019 ini juga mengalami lonjakan.
''Selain kasus DBD, kasus leptospirosis pada musim penghujan sejak awal tahun ini juga mengalami lonjakan,'' kata dia, Sabtu (17/2).
Dia menyebutkan, penyakit yang biasanya dikaitkan dengan kotoran tikus ini, mulai mengalami lonjakan di wilayah Kabupaten Banyumas sejak tahun 2017. Pada tahun 2017 tersebut, tercatat ada 66 kasus, tahun 2018 ada 55 kasus, dan pada tahun awal tahun 2019 ini sudah tercatat 12 kasus.
Namun dia menyebutkan, dari sekian banyak kasus Leptospiroris yang terjadi di Kabupaten Banyumas, sejauh ini masih bisa tertangani. Artinya, tidak sampai terjadi pasien meninggal akibat penyakit ini.
Sedangkan untuk penyebarannya, Sadiyanto menyebutkan, wilayah terbanyak warga yang terpapar penyakit Lestospirosis adalah wilayah Kecamatan Sumpiuh. Setelah itu, di wilayah kecamatan Kota Purwokerto yang relatif padat penduduknya.
Menurutnya, dari pengalaman sebelumnya, kasus penyakit leptospirosis selalu mengalami peningkatan pada setiap musim penghujan. Diperkirakan, kondisi ini terjadi karena kotoran tikus yang mengandung bakteri leptospira ini terbawa air, kemudian mengkontaminasi makanan yang dikonsumsi warga.
''Secara umum, bakteri penyebab penyakit leptospirosis memang ditularkan melalui kotoran tikus. Untuk itu, masyarakat harus berhati-hati saat menyimpan makanan. Terlebih di rumah yang banyak tikusnya,'' katanya.
Selain itu, kata Sadiyanto, bakteri leptospira ini juga bisa ditularkan melalui medium air. Untuk itu, warga yang sedang mengalami luka terbuka, agar tidak berendam di genangan air karena bakteri bisa masuk melalui luka terbuka.
Menurutnya, gejala penyakit leptospirosis hampir sama dengan gejala sakit flu, yaitu ditandai demam tinggi, nyeri otot dan pusing. Gejala umum ini berlangsung selama satu hingga dua minggu. Yang membedakan, biasanya diikuti dengan diare dan mata merah. ''
Bila tidak segera ditangani, penderita penyakit ini bisa mengalami gagal ginjal dan meningitis. Jadi memang sangat berbahaya'' katanya.
February 18, 2019 at 03:07PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2SagvJ1
via IFTTT
No comments:
Post a Comment