REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan adanya cap jempol dalam amplop "serangan fajar" milik Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso. "Tidak ada nomor urut, yang ada adalah cap jempol di amplop tersebut," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (3/4).
Kendati demikian, kata Febri, amplop-amplop tersebut tidak terkait dengan kepentingan Pilpres. Berdasarkan fakta hukum yang ditemukan KPK sejauh ini, amplop tersebut digunakan untuk serangan fajar terkait pencalonan Bowo Sidik yang maju sebagai calon legislatif (caleg) pejawat dari partai Golkar dapil Jawa Tengah II.
"Jadi kami tegaskan tidak ada keterkaitan dengan kepentingan-kepentingan lain. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang kami temukan saat ini, memang ada stempel atau cap-cap tertentu di amplop tersebut, tapi sejauh ini fakta hukum yang ada itu masih terkait dengan kebutuhan pemilu legislatif," terang Febri.
Febri menegaskan, proses hukum yang dilakukan KPK sama sekali tak ada hubunhannya dengan isu politik praktis. "KPK mengingatkan dan meminta semua pihak untuk tidak mengaitkan KPK dengan isu politik praktis karena yang dilakukan adalah proses penegakan hukum," ujarnya.
Febri menambahkan, KPK berharap agar masyarakat tidak memilih pemimpin yang memberikan amplop untuk dipilih pada Pemilu 2019. Lembaga antirasuah mendorong agar pemilu berjalan jujur, bersih dan melahirkan pemimpin-pemimpin yang berintegritas.
"Kami mengingatkan kepada seluruh masyarakat bahwa pemilihan harus jujur. Jujur dalam artian jangan pernah memilih orang-orang yang akan memberikan uang untuk membeli suara. Yang memberikan amplop jangan dipilih," ucap Febri.
"Apa iya harga diri? dan suara masyarakat itu dihargai amplop senilai Rp20 ribu dan Rp50 ribu itu. Karena itu kami mengajak masyarakat untuk tolak dan tidak memilih caleg-caleg yang melakukan seperti itu," tambah Febri.
KPK telah menetapkan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso tersangka suap kerja sama distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK). Selain Bowo, dua tersangka lainnya yakni pihak swasta yang merupakan orang kepercayaan Bowo, Indung sebagai penerima suap dan Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti sebagai pemberi suap.
Bowo diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dollar AS per metric ton. Diduga telah terjadi enam kali penerimaan di sejumlah tempat sebesar Rp 221 juta dan 85.130 dollar AS.
Dalam tangkap tangan juga ditemukan uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop. Uang tersebut diduga bakal digunakan Bowo untuk 'serangan fajar' Pemilu 2019. Politikus Golkar itu kembali mencalonkan diri pada Pemilu 2019 di daerah pemilihan Jawa Tengah II.
April 03, 2019 at 07:05PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2FTIDgt
via IFTTT
No comments:
Post a Comment