REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Al-Jazzar terkenal dengan kesederhanaannya. Saat wafat, ia meninggalkan warisan 24 ribu dinar dan dua puluh lima kuintal buku mengenai pengobatan dan mata pelajaran lainnya. Ia pernah menikah, tetapi tidak dikaruniai anak.
Al-Jazzar dikenal semasa hidupnya, mengabdikan diri mengobati penduduk asli di wilayah Kairouan. Beberapa dokter ingin berlomba sebagai dokter istana, sedangkan dia justru lebih memilih melayani masyarakat biasa. Ia juga tidak dekat dengan pemerintahan.
Ini seperti saat dia mengajarkan putra Cadhi al Nooman, al-Jazzar menolak menerima hadiah 300 mithkals (ukuran untuk uang emas). Saat praktik dia selalu memeriksa pasien dengan jam konsultasi tertentu.
Pelayannya Rashiq memberikan obat yang dibutuhkan bagi pasiennya secara gratis. Ia bekerja dengan profesional meskipun untuk rakyat biasa. Al-Jazzara buka praktik sesuai jam konsultasi dan ada jam khusus analisis masalah urine pasien. Setiap temuannya selalu dipelajari dan dipraktikkan.
Setiap musim panas melakukan perjalanan menjelajahi al Munastir di pesisir Pantai Mediterania. Dia dikenal sebagai dokter yang baik dan terhormat. Namun, sayangnya, jejak hidupnya tidak terekam dengan baik.
Al Jazzar sangat ingin pergi berhaji dan ke Andalusia. Namun, keinginannya terhalang karena saat itu pemerintah pada masanya sedang tegang dengan Kordoba.
May 29, 2019 at 07:19PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2JKy8iU
via IFTTT
No comments:
Post a Comment