REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bekam tanduk sapi masih menjadi pilihan pengobatan tradisional bagi masyarakat di Jakarta. Bekam merupakan teknik terapi di mana kulit seseorang di sedot dengan alat khusus untuk mengatasi masalah kesehatan.
Bekam yang lebih modern biasanya menggunakan mangkuk atau gelas yang terbuat dari melamin hingga sampai media khusus sendiri yang bisa diatur kekuatan sedotannya dengan alat vakum. Sementara pada bekam tanduk, proses penyedotan hingga menempel di tubuh dengan dibakar terlebih dahulu selama dua detik yang kemudian bisa menempel dan menyedot hingga mencengkram kuat pada tubuh.
"Ini menggunakan metanol atau spirtus, kalau menggunakan minyak tanah atau bensin cepat mati jika membakar lubang tanduk," kata terapis bekam asal Sumatera Barat, Pasaman Timur, Munir Rau yang ditemui di Pasar Baru, Jakarta, medio Juni.
Dia menjelaskan, pembakaran tanduk itu dilakukan sekitar sepuluh detik lalu tanduk ditempelkan ditubuh pasien. Efek yang ditimbulkan itu rasa hangat ditubuh, semakin pasien bergerak, semakin tanduk itu mencengkram kuat. Yang kemudian membutuhkan waktu sekitar lima menit setelah tanduk sapi menempel di tubuh pasien.
Menurut dia, metode bekam dengan menggunakan tanduk sapi ini karena alami, kelebihannya dipakai bisa lama, dan tidak mengandung efek samping pada pasien. Karena dilakukan pembakaran sebelum ditempelkan agar kuman-kuman mati dan lebih steril.
Ukuran tanduk yang digunakan, umumnya memiliki panjang 15 hingga 20 sentimeter, dengan diameter lima sentimeter. Bahkan ada yang panjangnya selengan orang dewasa hingga sekecil telunjuk atau jempol untuk yang di gunakan pada leher.
Munir menjelaskan tidak ada teknik khusus dalam metode bekam tanduk ini. Dia mempelajari secara otodidak dari kakeknya yang merupakan terapis tradisional juga sekitar tahun 2000-an.
Ia menjelaskan, sebelum dibekam Munir memijat bagian-bagian tubuh yang akan dibekam dengan menggunakan minyak bayi.
Ia menjelaskan, kalau bekam yang dilakukannya ada yang kering dan basah. Jika kering hanya sekedar dipijat dan dibekam, sedangkan bekam basah itu sampai dikeluarkan darahnya.
"Itu juga tergantung pasien, apabila tidak mau ambil darah ya terapi saja. Pengambilan atau keluar darah itu penyakit yang menahun, sesuai pasiennya saja," kata Munir.
Ia menjelaskan, apabila dikeluarkan darah sekitar 2-3 sendok darah kotor atau toksin. Efek sampingnya luar biasa, darah lancar kembali.
"Tubuh kita kan menghasilkan darah, jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh kita," kata Dia.
Dalam melakukan pengobatan tradisional ini, Munir tidak menarik tarif khusus kepada pasiennya. "Alhamdulillah, saya ikhlas. Berapapun akan saya terima, besar atau kecil nominal itu adalah rejeki dari Allah SWT," kata terapis kelahiran tahun 1972.
karena ini sifatnya hanya tolong menolong sesama manusia, pengobatan tradisional ini juga merupakan sunnah Rasullullah SAW. Munir mengklaim, jika dalam hal tolong menolong ini hampir sudah pasiennya berasal dari sekitar 24 provinsi di Indonesia yang berkunjung ke Pasar Baru sudah pernah ia tangani.
Ini terlihat dari tiga orang berjajar dengan beralaskan terpal sekitar tiga meter kali satu meter dengan punggungnya dipenuhi dengan tanduk sapi yang berwarna hitam pekat. Rony (36) asal Merauke yang bekerja pada pemerintahan di Jakarta menyempatkan untuk melakukan bekam tanduk untuk keempat kalinya, Ia mengaku merasa badannya pegal-pegal dan masuk angin.
"Badan saya pegal-pegal dan masuk angin, kalau sudah begini saya menyempatkan mampir ke Pak Munir," kata Rony. Ia mengaku jika habis dipijat dan dibekam, badannya kembali segar, tidak lunglai.
Senada dengan yang diucapkan oleh Widojo (50) asal Sleman yang bekerja sebagai pengemudi bus Kopaja. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali Ia melakukan terapi tanduk itu.
"Enak banget, tubuh serasa ditarik-tarik, diremas dan hangat. Pokoknya nagih deh," kata Widojo.
Penyakit yang disembuhkan diantaranya membuang racun, angin, dan kolesterol, melancarkan peredaran darah, mengatasi demam, mengatasi kelelahan, meredakan nyeri dan keluhan.
Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Kementerian Kesehatan Dedi Kuswenda, mengatakan sebanyak 250 rumah sakit di Indonesia secara bertahap siap mengembangkan pengobatan tradisional, herbal, maupun alternatif. Menurut Dedi, secara bertahap pengobatan tradisional ini dikembangkan. Salah satu rumah sakit yang sudah mengembangkan yakni RSUD Soetomo Surabaya yang kini sudah lebih maju.
Selain rumah sakit, lanjut dia, pengobatan tradisional juga diajarkan di perguruan tinggi salah satunya Universitas Airlangga (Unair). Pihaknya berharap masyarakat bisa mendapatkan pengobatan tradisional dengan baik tanpa mengandung zat-zat kimia yang membahayakan tubuh.
Ia mengatakan pengobatan tradisional (batrra) di dunia sudah berkembang pesat, seperti di China ada 30 persen dan di Amerika ada 20 persen, bahkan di Amerika ada 30-an fakultas yang mempelajari battra secara konsisten.
Menurut Dedi, Indonesia sudah seharusnya memiliki pengobatan tradisional yang lebih dikenal dari negara lain, seperti halnya China, karena Indonesia memiliki keanekaragaman biologik terbesar di dunia. Namun dia menambahkan Kementerian Kesehatan tetap mengharuskan sertifikasi.
June 30, 2019 at 07:55AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/320qgQ5
via IFTTT
No comments:
Post a Comment