REPUBLIKA.CO.ID, VATICAN CITY -- Paus Fransiskus menunjuk 13 kardinal baru, Ahad (1/9) waktu setempat. Langkahnya yang mengejutkan itu memupuk torehan perannya pada masa depan gereja yang lebih terbuka, sebab sebagian besar dianggap progresif dalam masalah sosial.
Sebanyak 10 dari kardinal baru berusia di bawah 80 tahun. Mereka nantinya akan dipanggil untuk memilih dan menjadi bagian dari pertemuan menentukan sosok Paus yang akan melanjutkan kebijakannya.
Dilansir di Channel News Asia, Ahad, kardinal baru mencakup uskup agung dari Kuba, Republik Demokratik Kongo, Indonesia, dan Guatemala. Mereka akan dilantik pada upacara yang dikenal sebagai konsistori pada 5 Oktober mendatang.
Mereka memenuhi syarat memilih dalam sidang tertutup usai Paus Fransiskus (82 tahun) meninggal. Mereka dikenal sebagai pemilih utama. Tiga lainnya diberi kehormatan untuk pelayanan panjang kepada gereja.
Penunjukan kardinal baru ini diumumkan Paus Fransiskus pada khotbah Minggu mingguannya. Paus Fransiskus telah dipilih sekitar 70 dari hampir 130 pemilih. Sementara yang lain dipilih oleh Paus sebelumnya.
Meski khotbah berjalan lancar, khotbah sempat ditunda 10 menit karena Paus Fransiskus terjebak di lift Vatikan dan harus diselamatkan oleh petugas pemadam kebakaran. Banyak dari mereka yang terpilih memiliki reputasi yang progresif dalam masalah sosial, seperti imigrasi dan berbagi dukungan dialog Fransiskus dengan non-Kristen.
Paus Fransiskus kembali memilih untuk memberikan peringkat bergengsi dan berpengaruh kepada sejumlah pria dari negara-negara miskin atau berkembang, tempat-tempat yang ia sebut pinggiran gereja dan yang menurutnya patut mendapat perhatian lebih. Pemilihan kali ini lebih jauh menggeser susunan College of Cardinals dari Eropa ke Afrika, Asia dan Amerika Latin, meningkatkan kemungkinan penggantinya juga bukan orang Eropa.
Salah satu kardinal baru, pendeta Jesuit Kanada kelahiran Ceko Michael Czerny, adalah pakar Vatikan tentang migrasi, sebuah pilihan yang mencerminkan pembelaan Fransiskus atas para imigran. Tiga lainnya mencerminkan pentingnya hubungan dengan Islam.
Pertama, kepala departemen Vatikan untuk dialog antaragama Uskup Agung Miguel Angel Ayuso Guixot. Dua lainnya adalah uskup agung Rabat di Maroko dan Uskup Ignatius Suharyo dari Jakarta, Indonesia, yang keduanya berasal dari negara mayoritas Muslim.
Satu-satunya orang Italia dalam kelompok 10 pemilih, Uskup Agung Matteo Zuppi dari Bologna berasal dari Komunitas Sant Egidio yang berpusat di Roma, yang membantu orang miskin, migran, tunawisma, dan pengungsi di seluruh dunia. Uskup Agung Luxembourg, Jean-Claude Hollerich dari Luksemburg juga telah mengambil sikap tegas terhadap para pemimpin populis Eropa.
Ia mengatakan tahun ini mereka memainkan permainan tercela dengan mengobarkan ketakutan terhadap para migran dan Muslim. Hollerich menyebut mantan ahli strategi Presiden AS Donald Trump, Steve Bannon, seorang 'pendeta' populisme.
September 02, 2019 at 07:19AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/34h1g8a
via IFTTT
No comments:
Post a Comment