REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- Kepala misi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang bertugas memantau gencatan senjata di Kota Pelabuhan Al-Hudaydah di Yaman, Patrick Cammaert, tiba di Sana'a pada Ahad (23/12). Purnawirawan jenderal Belanda itu tiba di ibu kota Yaman, yang dikuasai gerilyawan, dengan naik pesawat PBB dari Kota Aden di Yaman Selatan, kata seorang wartawan Kantor Berita Anadolu.
Cammaert dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin kelompok Syiah Al-Houthi. Jenderal Belanda itu telah tiba di Aden pada Sabtu (22/12), tempat ia mengadakan pembicaraan dengan para pejabat pemerintah yang diakui masyarakat internasional.
Pada Jumat (21/12), Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mensahkan resolusi yang mensahkan penggelaran satu tim PBB untuk memantau gencatan senjata di Al-Hudaydah.
Semua pihak yang berperang di Yaman baru-baru ini menarik pasukan mereka dari kota pelabuhan Laut Merah tersebut dan menegakkan gencatan senjata selama pembicaraan yang ditaja PBB di Swedia.
Arab Saudi telah memimpin satu koalisi beberapa negara untuk menghadapi milisi Syiah Al-Houthi sejak 2015, ketika Riyadh dan sekutu Arab-Sunninya melancarkan serangan besar di Yaman dengan tujuan memutar-balikkan perolehan Al-Houthi --yang dimulai satu tahun sebelumnya.
Operasi pimpinan Arab Saudi di Yaman tersebut telah memporak-porandakan prasarana di negeri itu, termasuk sistem kebersihan dan kesehatannya, sehingga membuat PBB menggambarkannya sebagai salah satu bencana kemanusiaan terburuk pada jaman modern.
Al-Hudaydah adalah saluran utama kehidupan penduduk sipil yang dirongrong bencana di Yaman, dan banyak bantuan kemanusiaan memasuki Yaman melalui kota pelabuhan tersebut.
Pada Senin (11/12), Kepala Badan Kemanusiaan PBB, dengan mengutip perkiraan terakhir, mengatakan di Yaman sekarang rakyat menderita kondisi rawan pangan di 42 persen lebih daerah dibandingkan dengan jumlah mereka tahun lalu.
Mark Lowcock, Wakil Sekretaris Jenderal PBB Urusan Kemanusiaan, mengatakan di antara 333 kabupaten di Yaman tempat PBB melakukan survei, 152 kabupaten menghadapi darurat tahap keempat sistem krisis pangan yang dikenal sebagai Integrated Food Security Phase Classification (IPC), dibandingkan dengan 107 tahun lalu.
Secara keseluruhan, sebanyak 20 juta orang Yaman kelaparan, atau 70 persen dari seluruh penduduk negeri tersebut dan merupakan kenaikan 15-persen dari tahun-ke-tahun, katanya.
Secara mengerikan, sebanyak 250.000 warga Yaman telah memasuki tahap kelima IPC tahun ini, katanya. Mark Lowcock menyatakan jumlah itu 10 kali lebih besar dibandingkan dengan rakyat yang menderita kondisi rawan pangan serupa di Sudan Selatan, satu-satunya negara lain yang menghadapi masalah tingkat kelima.
December 23, 2018 at 11:36PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2PXiOOr
via IFTTT
No comments:
Post a Comment