REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi mengungkap asal usul uang yang disita oleh penyidik KPK pada penggeledahan di rumahnya 20 April 2016. Nurhadi mengungkapkan itu saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/1).
"Uang kalau sudah diakumulasi dari berbagai mata uang asing, rupiah, dolar Singapura, dolar Amerika, uang itu adalah sebagian besar adalah sisa perjalanan dinas saya, dan sebagian adalah uang saya sendiri di mana untuk keperluan sepanjang melakukan perjalanan dinas kan pas-pasan jadi kita otomatis membawa uang dari saku sendiri. Uang itu yang ditukarkan," kata Nurhadi.
Nurhadi bersaksi untuk terdakwa bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro. Eddy didakwa memberikan uang sejumlah Rp 150 juta dan 50 ribu dolar AS kepada panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution agar melakukan penundaan proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL).
Dalam penggeledahan April 2016 lalu, KPK menyita uang Rp 1,7 miliar dari rumah Nurhadi terkait dengan perkara suap kepada Edy Nasution selaku panitera PN Jakarta Pusat. "Saya juga pengusaha, usaha burung walet, itu rutin, setiap periode panen, alamat juga ada, ada di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) sumber-sumbernya, segala akumulasi dari panen itu kita kumpulkan menjadi sumber-sumber pendapatan lain di luar pendapatan dari kantor," tambah Nurhadi.
Nurhadi juga menegaskan, bahwa uang-uang tersebut tidak pernah ia buang ke dalam kloset saat penggeledahan KPK. "Terutama masalah uang sering disebutkan dibuang di kloset, ini adalah fitnah besar, masak uang sebesar itu dibuang ke dalam kloset? Saya tidak menyampaikan itu! Sekarang media tidak ada saat penggeledahan, jadi sumbernya dari mana?" ucap Nurhadi.
JPU KPK pun lalu mengeluarkan barang bukti sebesar Rp 1,7 miliar yang disita dari rumah Nurhadi. "Ini ada tiga bundel uang dolar AS cetakan baru bagaimana cara saudara menukarkan uang perjalan dinas?" tanya JPU KPK Abdul Basir.
"Sebagian sisa perjalanan dinas, sebagian uang saya sendiri, itu anak mantu saya Rezki menukar di money changer kira-kira bulan Februari 2016 di daerah Panglima Polim," ungkap Nurhadi.
Nurhadi menjelaskan bahwa uang itu dipersiapkan untuk pengobatan istrinya Tin Zuraida di Singapura. "Itu persiapan berobat istri saya ambil tindakan, kena 'AMP' (amplified musculoskeletal pain) karena di-handle dokter Siganpura dan tindakannya di Amerika Serikat, makanya saya menukar uang itu, jadi bukan semua dari perjalanan dinas, sebagian uang saya sendiri," jelas Nurhadi.
Nurhadi mengaku sudah memulai usaha sarang burung walet sejak 1986 dan bahkan pernah mendapat panen sebesar 2 kuintal dengan harga per kilogram adalah Rp 30 juta. Panen dilakukan setiap dua bulan sekali.
Namun, Nurhadi mengaku tidak menghitung rata-rata penghasilannya per bulan dari usaha sarang burung walet tersebut. "Tidak logis menghitungnya, coba dari 1986 kalau rata-rata dua bulan sekali panen hitung saja itu, lokasinya ada di Tulungagung, Mojokerto, Kediri," ungkap Nurhadi.
January 21, 2019 at 08:23PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2T6XUP5
via IFTTT
No comments:
Post a Comment