REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pengelola objek wisata Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Solo, Jawa Tengah, mewaspadai penyakit yang bisa menjangkit satwa-satwa saat musim hujan. Salah satu penyakit yang diwaspadai yakni diare.
Dokter hewan TSTJ, Siti Nuraini, mengatakan saat musim hujan, satwa-satwa paling sering terkena diare, terutama satwa onta. Onta sering terkena diare karena kandangnya dekat dengan pohon asam.
Onta kerap memakan daun pohon asam yang jatuh ke tanah, sehingga menyebabkan diare. Faktor lainnya, karena usia yang sudah tua, kondisi sakit tidak mau makan dan muntah-muntah. "Sakitnya tidak lama, kalau dikasih diapet udah sembuh. Obatnya sama kayak manusia tapi dosisnya beda," kata Siti Nuraini.
Penyakit lainnya yang sering menjangkit satwa yakni kembung. Biasanya penyakit kembung diderita oleh kuda. Faktornya karena hujan sehingga suhu relatif dingin. Saat kuda tidak tahan kembung, biasanya satwa tersebut berguling-guling. "Harus cepat ditangani disuntik antikembung kemudian dikasih minyak kayu putih atau minyak sereh," imbuhnya.
Dalam sebulan, TSTJ bisa menghabiskan satu liter minyak kayu putih untuk penanganan satwa yang sakit. TSTJ memiliki 20 keeper atau penjaga hewan. Mereka tersebar, masing-masing tiga keeper di kandang gajah, dua keeper di kandang burung, satu keeper di kandang kuda, tiga keeper di kandang reptil, dua keeper di kandang karnivor, dan sisanya menjaga kandang satwa primata.
Meski demikian, Nuraini menyatakan semua satwa rentan penyakit. Karenanya, TSTJ melakukan penyemprotan desinfektan dua kali dalam sepekan. Terutama kandang burung harus disemprot desinfektan setiap Senin dan Kamis. "Suplemen harian tidak ada. Yang terpenting menu kebutuhan pakan dicukupi," katanya.
Dicontohkan, makanan macan berupa daging ayam, daging sapi, dan tulang. Makanan buaya berupa daging ayam dan lele hidup. Pakan gajah berupa rumput. Kemudian primata dan biawak diberi pakan timun.
Pemberian pakan disesuaikan dengan usia pertumbuhan satwa. Misalnya harimau dewasa rata-rata diberikan 4,5 kilogram daging ayam atau setara tiga ekor ayam per hari. Dalam sehari, TSTJ membutuhkan pakan satwa sebanyak 20 kilogram daging ayam, 1.200 kilogram rumput kolonjono, dan pakan lainnya.
"Ada 45 sampai 50 jenis pakan mulai dari kacang-kacangan, bekatul, pelet, daging, timun, bengkoang dan pepaya. Sebulan dibutuhkan Rp 120 juta untuk pakan atau kalau setahun Rp 1,5 miliar," ungkapnya.
Direktur TSTJ, Bimo Wahyu Widodo Dasir Santoso, mengatakan pengelola TSTJ melakukan pencegahan agar satwa tidak gampang terkena penyakit. Antara lain dengan pemberian multivitamin rutin, penghangat berupa lampu, terutama untuk satwa rawan kembung seperti unta, rusa, dan lainnya.
Kemudian pemberian obat cacing rutin, dan desinfeksi kandang rutin. "Cara penanganan satwa sakit tergantung jenis satwa dan penyakitnya serta penyebabnya," jelasnya.
Bimo menegaskan, TSTJ tidak hanya mewaspadai penyakit yang menjangkit satwa saat musim hujan. "Kami lebih waspada pada semua bidang termasuk pengairan, pakan, kandang-kandang, danau, ranting-ranting pohon, dan satwa," ujar dia.
February 08, 2019 at 05:05PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2SwQQhX
via IFTTT
No comments:
Post a Comment