REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno menyatakan, penerapan konsep transit oriented development (TOD) yang diaplikasikan di sejumlah titik di Jabodetabek masih salah kaprah. Ia menilai konsep TOD di Jabodetabek kurang sesuai dengan konsep aslinya.
"TOD yang sebenarnya adalah konsep pengembangan suatu wilayah yang berorientasi transit transportasi yang lebih mengedepankan perpindahan antarmoda transportasi dengan berjalan kaki atau upaya yang tidak menggunakan kendaraan bermotor," jelas Djoko kepada Antara, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, konsep TOD di Indonesia diterjemahkan dengan membangun apartemen dan gedung bisnis di stasiun kereta. Padahal, kendali TOD seharusnya ada di pemerintah, bukan pebisnis. Ia berpendapat bahwa pada saat ini di Jabodetabek, pemerintah hanya berperan dalam pemberian izin bangunan saja.
Djoko juga menyoroti anggapan perlunya disediakan ruang parkir di area TOD untuk memfasilitasi kendaraan pribadi warga. Ia mengungkapkan hal tersebut bertentangan dengan tujuan dibangunnya TOD, yakni memudahkan masyarakat berpindah-pindah dengan beragam moda angkutan umum hanya dengan berjalan kaki saja.
Djoko menyarankan agar manajemen MRT bekerja sama dengan berbagai moda angkutan umum lainnya, seperti bus kota, dalam penerapan TOP. Dalam kerja sama tersebut, perlu pula dipertimbangkan apakah terdapat akses yang mudah bagi pejalan kaki untuk berpindah, misalnya dari MRT ke moda Transjakarta.
Ada banyak negara yang bisa dijadikan acuan untuk penerapan konsep TOD yang tepat. Djoko menyebutkan Indonesia bisa mempelajari penerapan TOD di Hongkong, Singapura, atau Tokyo (Jepang).
February 05, 2019 at 02:54PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2TyyQ3K
via IFTTT
No comments:
Post a Comment