Dua hari lagi perhelatan pesta demokrasi lima tahunan akan dilaksanakan. Debat pamungkas pasangan calon presiden dan wakil presiden telah usai dipertontonkan kepada rakyat Indonesia sebagai penentu kemenangan salah satu diantara kedua pilihan calon tersebut, pada tanggal 13 April kemarin.
Tibalah saatnya pemilu 2019 memasuki masa tenang mulai Ahad. Namun, realita yang terjadi bukanlah masa tenang. Melainkan justru masa tenang tersebut tampak semakin meruncingkan perseteruan di kalangan tim sukses maupun masa pendukung masing-masing paslon.
Terbukti, dalam beberapa hari belakangan ini cukup masif terjadi aksi peretasan akun media sosial milik beberapa tokoh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi oleh oknum tak bertanggungjawab. Fakta terbaru yang begitu viral diperbincangkan oleh netizen adalah enam cuitan fitnah yang dilayangkan kepada Ustadz kondang Abdul Somad dalam unggahan akun twitter @saiddidu yang diretas orang tak bertanggungjawab.
Demikianlah realita yang terjadi dalam perebutan status sebagai orang nomor satu di negeri demokrasi terbesar ketiga ini. Dan notabene rakyat pemilihnya merupakan mayoritas muslim, termasuk kedua paslon tersebut masing-masing dari mereka adalah muslim.
Padahal di satu sisi, gaung slogan persatuan santer menjadi buah bibir diantara mereka. Bahkan juga menjadi sebuah harapan yang cukup sering diteriakkan oleh masing-masing paslon tersebut. Namun, sejak awal proses kontestasi demokrasi digulirkan, justru polarisasilah yang sejatinya terjadi. Malah seiringan dengan semakin dekatnya pesta demokrasi tersebut, terbukti polarisasi umat Islam di negeri ini turut menguat.
Bertolak belakang halnya dengan gaung persatuan yang hambar di alam sistem demokrasi ini, sistem Islam di masa silam justru telah memberikan contoh nyata persatuan umat Islam yang hakiki. Bahkan persatuan tersebut berhasil menghantarkannya sebagai sebuah peradaban bermartabat nan mulia yang memimpin umat manusia selama kurang lebih 1400 tahun dan terbentang dalam 2/3 dunia. Karena memang Allah menyebut umat Islam dengan sebutan “ummatan wahidatan”, umat yang satu, seperti di dalam firman-Nya:
إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Artinya: “Sesungguhnya umat kamu ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Tuhan kamu, oleh sebab itu maka hendaklah kamu menyembah Aku”.(Q.S. Al-Anbiya : 92).
Selain itu umat Islam harus berpegang teguh kepada kitab suci Al-Qur’an, kitab suci yang menjadi sumber rujukan Islam. Sebagaimana yang telah Allah perintahkan :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا…..
Artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali agama Allah dengan bersatu-padu dan jangan terpecah belah……”. ( Q.S. Al-Imran [3]: 103).
Dari sini kita dapat melihat, bahwa Islam sangat mendorong persatuan. Dan di dalam Islam persatuan di tubuh umat Islam tersebut haruslah bersandar pada ikatan akidah Islam, bukan pada asas manfaat ataupun kepentingan individu dan segelintir orang.
Dengan demikian, realita polarisasi di antara umat Islam dalam kontestasi demokrasi saat ini, bukanlah sesuatu yang wajar melainkan ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan dan harus diperbaiki. Walhasil, hanya dengan kembali pada pangkuan sistem Islamlah, kita dapat menepis kuatnya polarisasi dalam tubuh umat Islam saat ini dan mewujudkan kembali persatuan yang hakiki.
Wallâhu a‘lam bish-shawâb
Pengirim: Seviawati Polinggapo, SE, Aktivis Muslimah Pegiat Literasi Politik Ekonomi Islam
April 16, 2019 at 05:10PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2KEgcrb
via IFTTT
No comments:
Post a Comment