Pages

Thursday, April 18, 2019

Racun E-Sport yang Mengganggu Generasi Kita

E-sport mengganggu generasi, UAS menyebut gim ibarat pisau yang memutus nadi.

Pada debat capres terakhir, capres petahana mendukung penuh terhadap e-sport alias elektronic sport.  Hal itu dianggap sebagai mendukung kreativitas generasi milenial abad ini dan juga menghasilkan profit yang sangat menguntungkan.

“Kita lihat nilai ekonomi e-sport tumbuh sangat pesat. Catatan di 2017, perputarannya Rp 11 triliun-Rp 12 triliun, per tahun tumbuh 35 persen,” ujar Jokowi saat debat pamungkas kelima capres-cawapres akhir pekan lalu.

Saya sebagai seorang ibu dan guru dari siswa hafiz Alquran sangat menyayangkan pernyataan tersebut. Permainan games lewat ponsel ataupun media digital lainnya sangat mengganggu laju anak-anak terhadap hafalan Alqurannya. Dan hal itu akan berpengaruh terhadap daya pikir anak-anak terhadap mata pelajaran lainnya, dan juga akhlak siswa. 

Begitu pun pernyataan Ustaz Abdul Somad dalam ceramahnya mengatakan bahwa games itu ibarat pisau yang akan memutus nadi anak. Kemudian, games online bagi dunia pendidikan adalah racun yang harus dihilangkan. Akan tetapi, sangat disayangkan jika seorang pemimpin malah memfasilitasi hal tersebut karena dianggap menguntungkan hingga triliunan rupiah. 

Pada dasarnya, itulah hakikat dari kepemimpinan yang tidak berasaskan Islam. Pendidikan pun tidak berasaskan Islam. 

Jika sesuatu hal dianggap menguntungkan materi maka akan semangat dijalankan tanpa melihat efek buruknya. Inilah asas dari kapitalisme yang merusak pola pikir masyarakat Muslim di dunia. Akibat dari sistem kehidupan yang sekuler (memisahkan agama dalam kehidupan). 

Agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk beramal saleh sesuai yang Allah SWT perintahkan.  Firman Allah SWT di Quran surah al-Ashr berpesan bahwa jika manusia ingin beruntung maka lakukanlah amal saleh. Bukan orang yang memiliki materi terbanyak yang selama ini menjadi idaman kebanyakan manusia. 

Dengan main games ataupun e-sport, generasi kita malah menjadi tidak cinta terhadap amal saleh, malah semakin lalai terhadap amal saleh. Lalai mengaji Quran, lalai belajar, dan akhlaknya sangat jauh dari akhlakul karimah. Jika sudah begitu, orang kafir atau musuh-musuh Allah SWT akan semakin senang karena generasi Muslim telah rusak. 

Maka upaya untuk menjaga generasi kita dari kerusakan maka jauhkan dari e-sport, dukung mereka untuk menjadi hafiz Quran, menguasai ilmu pengetahuan dan beramal saleh sebanyak-banyaknya. Insya Allah itulah generasi hebat yang disukai oleh Allah SWT.

Untuk mendukung hal itu dari pemerintah perlu regulasi yang berasaskan syariah niscaya akan banyak generasi yang membanggakan kembali seperti Imam Syafi'i yang menjadi hafiz 30 juz di usia muda, 10 tahun. Dan itu generasi seperti tumbuh subur pada era keemasan Islam, saat Islam diterapkan dalam bermasyarakat dan dipimpin oleh seorang khalifah.

Pengirim: Deni Heryani, Komunitas Literature Muslimah

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.

Let's block ads! (Why?)



April 18, 2019 at 03:48PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2v7AMWs
via IFTTT

No comments:

Post a Comment