Pages

Thursday, November 28, 2019

Pemerintah Mengkaji Arti 'Khilafah Islamiah' di AD/ART FPI

"Kata-kata khilafahnya kan sensitif," kata Mendagri Tito Karnavian.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Arif Satrio Nugroho, Ronggo Astungkoro, Fauziah Mursid

Pemerintah hingga kini masih mengkaji permohonan perpanjangan surat keterangan terdaftar (SKT) dari ormas Front Pembela Islam (FPI). Menurut Mendagri Tito Karnavian, permohonan fpi terkendala masalah anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART).

Izin ormas FPI saat ini ditandai dengan nomor SKT 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014. Masa berlaku SKT FPI tertanggal dari 20 Juni 2014 sampai 20 Juni 2019.

"Di AD/ART itu di sana disampaikan bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah Islamiah melalui pelaksanaan dakwah penegakan hisbah dan pengawalan jihad," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11).

Tito mengatakan, hal inilah yang sampai saat ini masih dikaji oleh Menteri Agama. Pasalnya, menurut Tito, pernyataan dalam visi misi FPI tersebut multitafsir.

"Kata-kata mengenai penerapan Islam secara kaffah ini teori teologinya bagus. Tapi kemarin sempat muncul istilah dari FPI mengatakan NKRI bersyariah. Apakah maksudnya dilakukan prinsip syariah yang ada di Aceh, apakah seperti itu?" ujarnya.

Tito pun membenarkan, bahwa para pengurus FPI telah membuat surat di atas materai mengenai kesetiaan terhadal negara dan Pancasila. Hanya saja, Kementerian Agama masih harus mengkaji surat itu lebih dalam.

"Kata-kata khilafahnya kan sensitif apakah biologis Khilafah Islamiah, ataukah membentuk sistem negara. Kalau sistem negara, bertentangan dengan prinsip NKRI itu," tuturnya.

Menteri Agama Fachrul Razi menyebut rekomendasi dari kementeriannya untuk FPI terkait perpanjangan SKT sebagai ormas sudah final. Kementerian Agama (Kemenag) memberikan dukungan agar SKT itu dapat terbit.

"Kami sudah mengkaji, kami sudah final, namun memang ada proses selanjutnya," kata Fachrul Razi di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11).

Fachrul menyatakan, Kemenag sudah mengkaji FPI terkait komitmennya terhadap Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, keputusan atas terbitnya SKT itu tetap berada di tangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Itu kan yang berikan Mendagri, Menag hanya memberikan rekomendasi dari aspek kami," ujar Fachrul.

Fachrul menyadari masih ada yang mengganjal dalam penerbitan SKT untuk FPI dari pihak Kemendagri. Salah satu poin yang masih dibahas Kemendagri adalah AD/ART yang memuat visi dan misi FPI menyebutkan kaffah dan khilafah. Namun, kata Fachrul, hal itu tidak menjadi masalah untuk Kemenag.

"Ya paham saya, masih menyebut itu, meskipun kami tanya penjelasannya, itu yang dimaksud beda dengan HTI (Hizbut Thahrir Indonesia), setelah kita baca berbeda dengan HTI," ujar dia.

Fachrul pun menyarankan kepada Mendagri untuk menjelaskan pada FPI poin yang menjadi ganjalan dan ketidakcocokan. Sehingga, FPI bisa mencocokkan apa yang menyebabkan keluarnya SKT terhambat.

"Mendagri mengatakan ada poin-poin yang masih diragukan, ya kita deal saja dengan dia (FPI), bisa enggak anda (FPI) mengubah ini jadi begini gitu. Jadi enteng-enteng ajalah kita menata hidup," kata Fachrul.

[video] Opini Dubes Arab Saudi Terhadap HRS


Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, kemarin menjelaskan alasan pemerintah masih terus mengkaji izin perpanjangan ormas FPI. Menurut Kiai Ma'ruf, Pemerintah masih ingin mendalami syarat-syarat yang dipenuhi, meski FPI telah menyatakan janji setia kepada Pancasila dan NKRI.

"Harus dilihat secara komprehensif tentu bukan sekadar pernyataan tapi benar enggak pernyataan itu, tentu harus didalami," ujar Kiai Ma'ruf saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (28/11).

Karena itu, pendalaman terus dilakukan agar tidak salah dalam memutuskan untuk memperpanjang izin FPI. Ma'ruf pun membantah jika Pemerintah dinilai mengulur waktu perpanjangan tersebut.

"Sehingga ketika mengambil keputusan sudah memikirkan semua aspeknya yah, artinya sudah yakin Pemerintah bahwa pernyataan itu sudah benar jadi perlu adanya pembahasan. saya kira itu bukan ditolak tapi masih di bahas," ujar Ma'ruf.

Let's block ads! (Why?)



November 29, 2019 at 07:44AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2DqQPmr
via IFTTT

No comments:

Post a Comment