REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nasihin Masha*
Sabar, ulet, tekun, dan liat merupakan karakter dasar yang harus dimiliki seorang Kader Jaminan Kesehatan Nasional (Kader JKN). Cukupkah itu? Ternyata belum. Ima Rismayani (31 tahun), seorang kader dari Kabupaten Pandeglang, Banten, justru menyebutkan pentingnya satu faktor. “Saya mau jadi kader karena saya senang bisa kenal banyak orang. Mengamati berbagai macam karakter orang,” katanya.
Rupanya ada sesuatu yang lebih personal dan mendalam daripada syarat-syarat karakter dasar yang baik dari seorang manusia. Mengenal orang dan karakternya adalah alasan yang bersifat personal dan dalam. Itulah yang melandasi Ima, lulusan SMK Negeri 1 Pandeglang, melakoni status Kader JKN. Namun lain lagi dengan cerita Lili (41 tahun), juga kader dari Pandeglang.
“Saya mau jadi Kader JKN karena bisa menolong dan membantu orang lain,” kata ibu rumah tangga yang juga aktif di Posyandu ini. Sekali lagi, ini sebuah alasan yang bersifat personal dan dalam. Orang zaman kiwari menyebutnya sebagai passion, gairah.
Dengan kegairahan itu, Ima menjalani hari-harinya untuk mengunjungi 500 keluarga satu per satu. Ima tinggal di Kelurahan Kadu Gajah, sedangkan 500 keluarga peserta JKN-KIS itu berada di kelurahan lain, Kabayan, yang jaraknya sekitar satu kilometer dari rumahnya. Adapun Lili memiliki tanggung jawab yang lebih banyak, ia mengampu empat kelurahan: Cigondang, Caringin, Rancateureup, dan Labuan. Jumlah keluarga yang menjadi tanggung jawab Lili pun lebih banyak. Ada 1.116 keluarga. Lili memang lebih senior sebagai kader, sejak Desember 2016. Sedangkan Ima baru Oktober 2018 lalu, belum genap tiga bulan.
Ima berada di pusat kota Pandeglang, sedangkan Lili di Kecamatan Labuan yang kini sedang terkena musibah tsunami akibat longsornya tebing Gunung Anak Krakatau yang sedang erupsi. Lili yang tinggal di tepi pantai pun ikut mengungsi bersama keluarganya. Rumahnya di dekat Pasar Labuan ikut tergerus tsunami. Kini Lili berada di pengungsian. Terkait musibah ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris datang ke lokasi musibah. Karyawan BPJS Kesehatan melakukan pengumpulan dana dan memberikan bantuan ke para korban. Dalam kunjungan itu, Fachmi memanfaatkan untuk bertemu Kader JKN. Mereka inilah yang berada di ujung tombak terbawah.
Dalam kunjungan ke daerah, Fachmi selalu berusaha untuk bertemu dan berdialog dengan para kader. Ia ingin mengenal secara pribadi, mengetahui latar belakangnya, dan juga menggali informasi tentang hal-hal yang dihadapi para kader di lapangan. Fachmi selalu berdialog dari hati ke hati dan mengajak makan bersama dalam satu meja. Sebagai seorang dokter dan juga seorang pendidik, bukan hal yang baru bagi Fachmi untuk melakukan sentuhan-sentuhan personal dan kemanusiaan. “Kita harus dekat dengan mereka. Mengetahui sisi terdalam para kader,” katanya.
Kader adalah sebutan untuk relawan BPJS Kesehatan. Kehadiran kader ini bagian dari bentuk partisipasi masyarakat dalam menyukseskan program JKN-KIS. Kesuksesan program jaminan kesehatan ini tak melulu berada di pundak manajemen dan para duta alias karyawan BPJS Kesehatan saja, atau hanya bergantung pada dokter, paramedik, pengelola rumah sakit/klinik/puskesmas, ataupun cuma berharap pada dukungan anggota parlemen dan pemerintah saja. Tidak. Ada faktor masyarakat yang sangat memiliki peran pada kesuksesan ini, khususnya para Kader JKN.
Tugas kader adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang program JKN-KIS. Walau demikian, mereka juga ikut membantu masyarakat jika ada peserta yang menghadapi kendala. Misalnya saat mengurus administrasi di kantor BPJS Kesehatan, hendak membayar iuran, ataupun saat berobat di fasilitas kesehatan. Namun tugas terberat mereka adalah saat melakukan penagihan terhadap peserta yang menunggak iuran, yaitu peserta dari kategori PBPU atau peserta mandiri.
Wilayah Pandeglang adalah salah satu wilayah yang cukup parah dalam hal kolektabilitas iuran peserta PBPU. Karena itu, jumlah kader di wilayah ini terus ditambah. Saat ini terdapat 22 orang kader. Namun tidak gampang untuk merekrut kader. Lili bercerita saat rekrutmen di Labuan, ada enam orang yang mendaftar. “Tapi cuma saya yang lolos. Sekarang alhamdulillah sudah ada empat kader di Labuan,” kata Lili, yang kini sudah diseniorkan oleh rekan-rekannya.
Banyak suka-duka yang ditemui Ima dan Lili. “Saya dimarahin pas menagih ke salah satu peserta,” kata Ima. Ini gara-gara saat orang itu melakukan pembayaran melalui minimaret ada gangguan internet sehingga tidak bisa melakukan pembayaran iuran. Orang itu kecewa. Karena dengan menunggak, ia bisa terkena denda. Sebetulnya BPJS Kesehatan telah menyediakan banyak kanal untuk pembayaran iuran. Selain melalui minimaret, bisa melalui ATM, mobile banking, SMS banking, internet banking, kantor pos, setor langsung di bank, dan sebagainya. Sehingga jika ada kendala di minimaret bisa setor melalui cara lain.
Pengalaman diomeli dan dimarahi peserta menunggak yang ditagih, juga dialami Lili. Salah satunya oleh mantan anggota DPRD di daerahnya. “Ini yang paling berkesan,” katanya sambal tertawa. Namun yang paling parah adalah ketika diomeli suami tetangganya. Ia menagih ke istrinya. Tapi kemudian suaminya datang ke rumahnya dan marah-marah. “Katanya untuk apa nagih-nagih iuran ke istrinya. Ini pengalaman yang paling bikin saya sedih,” kata Lili.
Tetangganya itu kecewa saat berobat ke puskesmas. Saat itu anaknya sakit tifus. Saat berobat ke Puskesmas, ia meminta agar anaknya dirujuk ke rumah sakit. Oleh pihak Puskesmas permintaan itu tak dipenuhi karena di Puskesmas itu sudah ada fasilitas rawat inap. Sesuai aturan pemerintah, ada 144 jenis diagnosa yang harus diselesaikan di Puskesmas dan tidak boleh dirujuk. Rupanya pemahaman itu belum sampai ke masyarakat. Akhirnya, melalui biaya sendiri ia berobat ke klinik swasta lalu dirujuk ke rumah sakit sesuai permintaannya. Tentu dengan biaya sendiri. Padahal di klinik itupun sudah ada fasilitas rawat inap.
Namun Lili tetap mencintai statusnya sebagai Kader JKN. “Saat bertugas saya selalu memakai rompi Kader JKN. Saya bangga dengan memakai jaket ini. Ini bentuk kepercayaan pada saya. Orang-orang pun jika ada perlu selalu menghubungi saya. Alhamdulillah,” kata Lili dengan mata berbinar.
Per hari Lili bisa mengunjungi empat rumah. Namun ia lebih suka menjalaninya di hari Sabtu dan Ahad. Hari-hari lain, katanya, orang-orang sibuk bekerja. Ia pun di rumah berjualan jajanan sehari-hari. Menurut Lili, kendala utama dalam tugasnya adalah karena masyarakat masih belum paham tentang manfaat program JKN ini.
Bagi Fachmi, selalu pimpinan tertinggi di BPJS Kesehatan, sangat penting memberikan apresiasi yang luhur pada kader JKN. “Mereka adalah para pejuang Merah Putih karena kesuksesan program jaminan kesehatan ini merupakan amanat konstitusi. Mereka bukan berbuat untuk BPJS Kesehatan tapi untuk Merah Putih,” kata dosen di Universitas Sriwijaya dan mantan ketua umum IDI tersebut.
*) Staf Ahli BPJS
December 28, 2018 at 08:42PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2ETFluj
via IFTTT
No comments:
Post a Comment