REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ditreskrimsus Polda Jawa Timur menangkap tujuh warga negara (WN) Tiongkok pelaku judi online di Surabaya. Wadir Reskrimsus Polda Jatim AKBP Arman Asmara mengungkapkan, ketujuh warga Tiongkok yang ditangkap terdiri dari satu orang perempuan, dan enam orang pria berinisial ZL, ZY, GX, GG, HS, CQ dan GG.
"Tujuh tersangka ditangkap 14 November 2018 di Surabaya. Dari laporan masyarakat, WN Tiongkok itu melaksanakan kegiatan pembelian beberapa barang elektronik untuk kegiatan judi," kata Arman saat menggelar konferensi pers di Mapolda Jatim, Surabaya, Senin (24/12).
Arman melanjutkan, berdasarkan laporan tersebut, setelah ditelusuri bersama Imigrasi, diketahui ketujuh WN Tiongkok pelaku judi lotre itu hanya mempunyai visa untuk kunjungan wisata. Adapun modus operandi yang dipakai tersangka adalah melakukan judi di laman http://bit.ly/2EP69fa dengan mencari pelanggan melalui permainan berbahasa Tiongkok.
"Apabila ada teman yang tertarik dan suka, mereka berteman kemudian diajak untuk masuk laman dan memutar uang di dalam media daring itu," ujarnya.
Aktivitas judi daring tersebut dilakukan para pelaku denga memutarnya lewat proyektor dan ditransfer ke masing masing laptop. Sehingga bisa melihat siapa saja yang masuk dan membayar.
"Keuntungan yang diperoleh tersangka adalah 5.000 Yuan atau Rp10 juta per hari. Kegiatan ini sudah dilakukan dua bulan," katanya.
Kemudian dari hasil judi itu, mereka menarik uang dari pelanggan yang kesemuanya orang Tiongkok dan disimpan untuk selanjutnya digunakan sesuai apa yang diinginkan. Arman mengungkapkan, ketujuh pelaku rata-rata tamatan SMA di Tiongkok.
Sementara untuk bisa masuk ke Indonesia, mereka mengaku dibawa seseorang dengan tujuan memutar laman dengan judi daring karena di Tongkok dilarang. Dari penangkapan itu, polisi menyita 17 barang bukti antara lain "laptop", uang, proyektor, wifi, telepon selular.
"Kegiatan ini terstruktur, akan kami kembangankan siapa yang membawa ke Indonesia dan menyiapkan tempat. Mereka berteman," katanya.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Mereka juga terancam Undang-Undang RI Nomor 06 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
December 24, 2018 at 05:32PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2EFpVZX
via IFTTT
No comments:
Post a Comment