REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochamad Afifuddin mengatakan, pihaknya melakukan penelusuran terhadap temuan penyumbang fiktif dana kampanye pilpres dua paslon capres-cawapres. Menurut Afif, ada sanksi pidana jika sumbangan tersebut terbukti berasal dari sumber fiktif.
"Kami sudah perintahkan untuk ditelusuri temuan itu. Karena memang, laporannya belum ada," ujar Afif kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (21/1).
Sejumlah hal yang menjadi poin penelusuran Bawaslu yakni identitas penyumbang dan jumlah sumbangan. Setelah itu, Bawaslu juga akan mencari sejumlah informasi tambahan lain. "Kalau ada yang memberi informasi tidak benar atau sumbangan tidak benar, maka ada dampak pidananya. Tapi itu masih kita lihat hasil penelusuran nanti," tegas Afif.
Sebelumnya, Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) menemukan puluhan juta sumbangan dana kampanye dari sumber fiktif kepada dua paslon capres-cawapres. Capres-cawapres Prabowo-Sandiaga Uno mendapat sumbangan dana sumber fiktif sebesar lebih dari Rp 31 juta.
Peneliti JPPR, Alwan Ola Riantoby mengatakan pemantauan laporan dana kampanye dilakukan dengan metode studi dokumen terhadap Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK). Pemantuan ini bertujuan untuk mengukur tingkat kebenaran, transparan dan akuntabel dalam menyampaikan LPSDK.
"Kami menemukan adanya penyumbang perseorangn dengan identitas fiktif atau peyumbang fiktif pada paslon Jokowi- Ma'ruf Amin sebanyak 18 orang dan Prabowo-Sandiaga Uno sebanyak 12 orang," jelas Alwan kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin.
Dia menjelaskan besaran sumbangan dari penyumbang fiktif untuk paslon Jokowi-Ma'ruf bervariasi dari Rp 50 ribu hingga Rp 2 juta. Total jumlah dana kampanye dari penyumbang fiktif untuk Jokowi-Ma'ruf Amin sebanyak Rp 7.770.475.
Sementara jumlah sumbangan dari penyumbang fiktif perseorangan untuk Prabowo-Sandiaga Uno bervariasi dari Rp 40 ribu hingga Rp 4 juta. Kemudian, ada dua kelompok penyumbang fiktif untuk Prabowo-Sandiaga Uno dengan jumlah sumbangan sebesar Rp 16,3 juta. Total jumlah dana kampanye dari penyumbang fiktif baik perorangan dan kelompok untuk paslon nomor 02 itu adalah sebesar Rp 31.365.500.
JPPR menilai format LPSDK tidak memenuhi aspek transparansi. Pasalnya, dalam format LPSDK kedua paslon hanya memuat nama penyumbang saja. Hal ini, tidak sesuai dengan aturan yang tertuang dalam PKPU No 34 Tahun 2018, bahwa penyumbang harus mencantumkan identitasnya seperti, NPWP, KTP, dan alamat peyumbang.
Selain itu, LPSDK kedua paslon juga tidak melampirkan identitas penyumbang, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi. Ini bertentangan dengan Pasal 335 Ayat 4 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut Alwan, penyumbang yang tidak mencantumkan data identitas secara lengkap bisa dipidana jika merujuk pada perintah Pasal 497 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tengan Pemilu. Pasal 497 ini mengatakan, setiap orang dengan sengaja memberikan keeterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Selain itu, terdapat Pasal 496 UU Pemilu yang menegaskan bahwa Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
"Maka dapat dikatakan ada potensi dugaan pelanggaran tindak pidana yang dilakukan oleh Pasangan calon Jokowi- Ma'ruf dan Pasangan calon Prabowo-Sandi dalam hal kebenaran identitas penyumbang dalam laporan LPSDK," tambah Alwan.
January 21, 2019 at 09:32PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2DpTPjG
via IFTTT
No comments:
Post a Comment