Pages

Wednesday, April 17, 2019

Ketika Perpustakaan Bukan Sekadar Bangunan Fisik

Perpustakaan bagi penguasa muslim tak hanya bangunan namun pusat sistem pendidikan

Dahulu penguasa Muslim sangat memberikan perhatian terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan. Bahkan pengusaha turun langsung untuk mengurusi literasi ditengah-tengah kaum muslimin. Inilah yang mendorong penguasa muslim atau seorang kholifah mendirikan perpustakaan. 

Perpustakaan ini tidak hanya masalah bangunan fisik dengan pelbagai literasi. Lebih dari itu, melainkan juga pusat dari sistem pendidikan yang diselenggarakan penguasa setempat di ibu kota atau warisan dari penguasa tertentu. Oleh karena itu, nama-nama perpustakaan pada zaman keemasan Islam kerap menyandang visi penguasa.

Kita ambil contoh Baytul Hikmah yang berdiri sejak abad kedelapan di Baghdad, misalnya, bermakna bahwa Sultan Harun ar-Rasyid selaku perintisnya hendak menjadikan perpustakaan itu tempat berhimpunnya hikmah dan pengetahuan yang berasal dari segala penjuru dunia. 

Mereka mengumpulkan begitu banyak naskah berbahasa Yunani, Cina, Sanskerta, Persia, dan lain- lain untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Maka beliau menggaji para sarjana muslim untuk menterjemahkan pelbagai literasi dari berbagai bangsa. Bahkan beliau juga menempatkan orang-orang non muslim yang berkompeten dibidangnya, untuk menjadi translator beberapa bahasa. Banyak disiplin ilmu yang mereka terjemahkan. Mulai dari astronomi, kedokteran, matematika, dan lain-lain. 

Dengan kata lain ada antusiasme dan perhatian sang penguasa terhadap urgensitas adanya perpustakaan itu sendiri. Bahkan bisa dibilang inilah wujud kecintaan sang kholifah Harun Ar-Rasyid terhadap ilmu pengetahuan. Belia wujudkan dalam sebuah perpustakaan yang nantinya melahirkan begitu banyak disiplin ilmu, yang bisa diserap oleh seluruh kaum muslimin. Bahkan dunia akan bertumpu pada literasi islam. 

Sebab dari literasi islamlah, Eropa memasuki babak baru dalam peradabannya, yaitu masa Reinesan. Dimana banyak ilmu pengetahuan dari islam, yang sudah masuk ke benua biru ini. Pada akhirnya masyarakat Eropa mengikuti jejak kaum muslimin yang mulai mencintai ilmu. Sebab kalau itu Eropa masih berada dalam masa 'The Dark Age', dimana kalau itu masyarakat Eropa belum mengenal akan arab-araban dalam kehidupan sehari-hari. 

Alasannya khalifah pada saat itu mendorong masyarakat untuk mencintai ilmu, sebab ini adalah dorongan taqwa kepada Allah. Karena menuntut ilmu adalah suatu kewajiban, maka para khalifah pada saat itu, tidak tanggung-tanggung dalam mencurahkan perhatian untuk mencerdaskan umat.

Pengirim:  Yuni Lestari, Ibu rumah tangga, Kabupaten Tangerang

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.

Let's block ads! (Why?)



April 17, 2019 at 07:42PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2v89yPx
via IFTTT

No comments:

Post a Comment