REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof KH Didin Hafidhuddin
Meskipun ibadah yang disyariatkan ajaran Islam memiliki tata cara dan pelaksanaan berbeda-beda, tapi sasaran dan tujuannya sama, yaitu agar kita menjadi hamba Allah SWT yang memiliki akhlakul karimah yang mampu menjadi khalifah-Nya dan mampu memberikan kebaikan bagi kehidupan umat manusia secara menyeluruh.
Shalat yang pelaksanaannya termanifestasikan dalam ucapan dan perbuatan yang diawali dengan 'takbiratul ihram' dan diakhiri dengan 'salam', dengan syarat dan rukun tertentu, punya tujuan terjaganya pelaksana shalat itu dari segala perbuatan yang keji, mungkar dan merusak. Simak firman Allah dalam QS 29:45.
Shalat yang khusyuk adalah shalat yang di samping pelaksanaannya benar dan tepat sejalan dengan aturan syarak, juga setelah shalat segala aktivitas pelakunya senantiasa berlandaskan dan berorientasi pada nilai-nilai Ilahi. Ini karena ia sadar seluruh perilakunya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT (QS 2: 45-46).
Orang yang shalatnya khusyuk tidak mungkin secara sadar dan sengaja akan melakukan korupsi dan merampok uang negara (uang rakyat). Tidak mungkin pekerjaannya memfitnah, mengadu-domba, menghasut, serta memusuhi dan membenci sesama kaum Muslimin karena ia sadar bahwa mereka adalah sebagai saudara yang sesungguhnya (QS 49:10).
Jika ada Muslim baik sebagai pejabat, karyawan, dan profesional yang mengerjakan shalat, tetapi tetap secara sadar dan sengaja melakukan berbagai perbuatan tercela, maka sasaran dan tujuan ibadahnya belum tercapai.
Ibadahnya baru sebatas melaksanakan ketentuan dan kewajiban agama dan belum menyentuh pada fungsi dan peran yang sesungguhnya dalam kehidupan.
Puasa yang diwajibkan pada bulan Ramadhan, di samping untuk menahan diri dari makan dan minum mulai dari terbit fajar sampai dengan terbenamnya matahari, juga harus mampu memberikan kekuatan pengendalian diri dari hal-hal yang merusak.
Orang yang puasanya benar, perilaku dan ucapannya akan senantiasa terkendali dengan baik dan seimbang. Demikian pula dengan ibadah-ibadah mahdhah lainnya, seperti umrah dan haji. Karena itu, upaya mengaitkan ibadah mahdhah dengan perilaku sesudahnya harus terus-menerus dilakukan agar terjadi harmonisasi hubungan dengan Allah SWT secara vertikal dan dengan sesama manusia secara horizontal.
May 20, 2019 at 05:09PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2JNVt2l
via IFTTT
No comments:
Post a Comment