Pages

Thursday, July 25, 2019

Arab Saudi Longgarkan Peraturan Perwalian: Reformasi Nyata atau Sekadar Simbol?

Arab Saudi mencabut pembatasan pada perempuan yang hendak bepergian

Pemerintah Saudi dilaporkan tahun ini berencana untuk mencabut pembatasan pada perempuan yang hendak bepergian tanpa persetujuan wali laki-laki. Sebuah surat kabar Saudi Okaz yang pertama kali membocorkan rencana tersebut. The Wall Street Journal dan Financial Times kemudian turut melaporkan berita itu, mengutip pernyataan pejabat Saudi dan "orang yang biasa mengurus kebijakan tersebut." Menurut laporan, laki-laki dan perempuan yang berusia di atas 18 tahun nantinya diizinkan meninggalkan Arab Saudi tanpa perlu persetujuan wali mereka. Pada saat ini, laki-laki di bawah usia 21 tahun dan perempuan dari segala usia hanya dapat bepergian dengan adanya izin seorang wali.

Peraturan tersebut telah menjadi berita akhir-akhir ini, dengan meningkatnya jumlah perempuan yang melarikan diri dari Arab Saudi dan mengajukan suaka ke luar negeri. Di antara mereka adalah Rahaf Mohammed Alqunun (19). Ia pernah hampir dipaksa pulang oleh otoritas Saudi dari bandara Bangkok pada Januari silam, terlepas dari aplikasi suakanya. Rahaf akhirnya menemukan tempat mengungsi di Kanada.

Persetujuan wali selamanya

Setiap perempuan memiliki seorang wali di Arab Saudi. Awalnya wali tersebut adalah ayah mereka, bagi yang menikah, suami menjadi wali sah mereka. Dalam kasus perempuan yang belum menikah, bisa juga saudara laki-laki, paman, kerabat jauh laki-laki lainnya. Anak laki-laki pun bisa menjadi wali bagi ibu mereka yang janda.

Bahkan jika peraturan perwalian untuk perjalanan dibatalkan, masih tetap akan berlaku peraturan pembatasan lainnya - persetujuan dari seorang wali akan tetap diperlukan jika seorang perempuan ingin menikah atau meninggalkan tempat penampungan perempuan.

Sejauh ini belum ada konfirmasi resmi dari rencana tersebut - apa yang akan menjadi upaya terbaru oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman untuk memberikan negaranya citra yang relatif lebih modern. Dia telah menghapus larangan perempuan mengemudi sebagai contoh, dan melonggarkan peraturan-peraturan terkait perempuan di tempat kerja.

Hak-hak perempuan merupakan ancaman bagi rezim

Setahun yang lalu, para perempuan Saudi bersorak ketika mereka diizinkan mengemudi untuk pertama kalinya. Banyak media barat memuji kebijakan ini sebagai langkah pertama menuju kesetaraan gender di Arab Saudi. Bagaimanapun, ada banyak indikasi bahwa pemerintah Saudi hanya mengejar kebijakan simbolis dibandingkan reformasi seutuhnya. Aktivis hak-hak perempuan, Loujain al-Hathloul, yang mengajukan pencabutan larangan mengemudi di Arab Saudi, ditangkap tahun lalu dan mendekam di balik jeruji besi hingga hari ini.

Regina Nasr, seorang feminis Saudi yang tinggal di Australia, tidak percaya akan adanya perubahan nyata dalam hal hak-hak perempuan di Arab Saudi. "Mengambil kendali laki-laki atas perempuan akan mengakhiri keluarga kerajaan," katanya, seraya menambahkan bahwa sistem itu hanya berhasil karena laki-laki yang ditindas oleh rezim diberi kekuasaan atas perempuan." Jika kontrol ini hilang, mereka akan memberontak melawan keluarga yang berkuasa dan mengklaim hak-hak mereka."

Keluarga kerajaan akan membahayakan dirinya sendiri dengan memberlakukan reformasi kesetaraan gender, kata Nasr. Terlebih lagi, dia berpendapat bahwa masyarakat Saudi tidak akan menerima modernisasi seperti itu karena kaum laki-laki percaya kehormatan mereka berdasarkan kekuasaan mereka mengatur perempuan.

Muhammad al-Zulfa, seorang politisi pro-pemerintah Saudi, mengatakan dia ingin melihat perwalian atas perempuan dewasa dicabut karena "mereka sudah cukup umur, mampu mengurus orang tua atau anak-anak mereka sendiri, bekerja, mandiri dan bertanggung jawab." Seorang wanita Saudi yang tidak lagi tertindas juga tidak mencari perlindungan, kata Zulfa. Akan tetapi, dalam kasus perempuan yang lebih muda, ia mendukung adanya peraturan perwalian, dengan alasan bahwa mereka membutuhkan dukungan serta bimbingan.

Liberalisasi politik tidak terlihat

Al-Zulfa tidak mengkonfirmasi laporan tentang rencana kelonggaran sistem perwalian, tetapi menunjuk pada upaya modernisasi keluarga kerajaan: "Jika modernisasi menguntungkan wanita, hal itu layak disambut."

Bagaimanapun, liberalisasi politik tidak terdapat dalam agenda Sang Putra Mahkota. Saat ini banyak advokat perempuan, aktivis, dan ilmuwan yang dituduh membahayakan keselamatan negara mendekam di balik jeruji besi. Sebelas aktivis masih dalam proses peradilan, dengan tuntutan hukuman mati dalam beberapa kasus.

Tidak semua langkah maju menghasilkan perubahan nyata bagi perempuan di Arab Saudi – menjamin hak perempuan untuk mengemudi adalah sebuah contoh yang baik: "Jika seorang perempuan melakukan pelanggaran lalu lintas, dia hanya bisa keluar dari penjara dengan izin wali," ujar Nasr. Itu sebabnya reformasi putra mahkota benar-benar hanya upaya pencitraan kepada dunia internasional, jelasnya.

"Aktivis hak-hak perempuan yang mendekam di dalam penjara adalah bukti nyata tidak adaya keinginan nyata untuk berubah," ungkap Nasr. Pemerintah akan selalu menemukan cara untuk menindas perempuan, sementara pada saat yang sama ingin menghadirkan citra positif tentang negara modern kepada dunia luar. "Tapi itu tidak akan lagi membungkam kami para perempuan," tegas Nasr. "Kami sudah kehilangan segalanya."

Dina El-Basnaly dan Imane Mellouk turut berkontribusi dalam artikel ini.

rap/na

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.

Let's block ads! (Why?)



July 26, 2019 at 07:00AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2MlmYRQ
via IFTTT

No comments:

Post a Comment