Risiko motor masuk tol sangat tinggi meskipun diberi pembatas jalan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pengemudi ojek online (ojol) atau ojek daring menanggapi usulan Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) terkait penggunaan jalan tol untuk sepeda motor. Sebagian besar pengemudi ojol yang Republika.co.id wawancarai, mereka menolak usulan tersebut karena memperhatikan faktor keselamatan.
"Enggak setuju motor masuk tol. Bahaya kalau motor lewat tol banyak angin, goyang sedikit bahaya. Banyak kendaraan besar juga yang lewat," ujar Sunardi (29) pengemudi Grab Bike ditemui Republika di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (31/1).
Menurut dia, hal itu termasuk dengan dibuatnya jalur khusus sepeda motor di tol. Laki-laki asal Madura itu mengatakan, seperti di tol Suramadu (Surabaya-Madura), meski ada pembatas antara jalur motor dan mobil, angin kencang tetap ia rasakan ketika melewatinya.
Hal senada juga diungkapkan Toni (60) pengemudi Gojek. Ia mengatakan, tol dirancang bagi kendaraan roda empat atau lebih. Kecepatan minimalnya pun diatur sehingga rata-rata kendaraan di jalan tol tak bisa diimbangi sepeda motor.
"Rasanya kurang setuju kalau motor masuk jalan tol. Kita ketahui kan tol itu bebas hambatan, kecepatannya di atas rata-rata, bus kencang, truk kencang. Risiko di tol cukup tinggi untuk motor, keselamatan kita maupun penumpang," jelas Toni.
Kendati jika melalui tol waktu tempuh akan semakin cepat, tetapi ia harus memperhatikan keselamatan penumpang. Bagi dia, keselamatan menjadi faktor utama yang harus dipertimbangkan pemerintah untuk membuat suatu kebijakan.
Selain itu, warga Jakarta, Jhon R (34) mengatakan, usulan sepeda motor masuk jalan tol tidak diperlukan saat ini selama angka jumlah kendaraan terus meningkat. Menurutnya, pemerintah harus menekan pertumbuhan kendaraan di ibu kota yang terus bertambah.
Jhon mengatakan, walaupun keadaan lalu lintas padat tetapi motor masih bisa melalui jalan yang macet sekalipun. Bagi dia, jalan tol bagi sepeda motor bukan menjadi prioritas untuk memangkas waktu tempuh perjalanan.
"Enggak bisa lah kalau motor masuk tol, bahaya. Kalau mau biar enggak macet ya harusnya angka jumlah kendaraannya yang dibatasi," kata Jhon.
Apalagi, lanjut dia, jika melalui tol pasti ada tarif yang diberlakukan. Menurut Jhon, bagi pengendara sepeda motor, tarif tersebut akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran bahan bakar minyak (BBM).
Sementara, Pole (24) yang bekerja mengantarkan barang hingga antarkota di Jabodetabek, merasa perlu adanya rencana sepeda motor masuk tol. Ia mengatakan, hal itu akan memotong waktu tempuh sehingga ia pun bisa lebih maksimal dalam melaksanakan tugasnya.
"Jalan tol untuk motor sendiri sangat membantu apalagi kalau saya mengantar barang antarkota kan itu jauh lebih efektif," tutur Pole.
Ia percaya, pemerintah membuat kebijakan pasti dengan persiapan yang matang dan memperhatikan kebutuhan dan keselamatan warganya. Bagi Pole, setiap rencana kebijakan yang dirasa akan menguntungkan ia akan terima terlebih dahulu.
Ia ingin setiap jalan tol yang menghubungkan antarkota di Jabodetabek bisa dilalui sepeda motor. Mengenai tarif, ia rela merogoh kocek demi mendapatkan waktu tempuh yang lebih cepat.
Sehingga, kata Pole, barang yang akan ia antarkan ke pelanggan bisa lebih banyak secara kuantitatif. Menurutnya, apabila ada jalur khusus motor di tol, barang yang ia antarkan dalam sehari akan bertambah. Penghasilan dari jasa mengantarkan barang yang akan ia bawa pulang pun bisa bertambah.
"Di jalur kawasan Sudirman yang mau ke Semanggi itu mau ke arah Cawang. Kalau saya mau mengantarkan barang ke Jakarta Timur, mengantar barang ke Bekasi juga bisa," kata Pole.
Let's block ads! (Why?)
February 01, 2019 at 01:00AM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2GaWZK2
via
IFTTT